A. Pendahuluan
Ummat Islam
melalui para pemimpin Islam, ulama, dan cendekiawan muslim pada masa awal Islam, sekitar abad ke 8 M, sampai abad pertengahan mengalami masa kejayaan,
dimana perkembangan kehidupan masyarakat begitu maju dan menjadi kiblat serta
peradaban utama di dunia.[1]
Kehidupan begitu
gemilang, termasuk sains dan teknologi. Ilmu pengetahuan berkembang pesat. Banyak Ilmuwan Muslim menjadi pioner dalam berbagai
macam penemuan dan pemimpin di bidang sains, antara lain bidang kedokteran,
Ilmu Bumi, Matematika, Kimia, Astronomi, Etika, dan Sastra.
Sebagai gambaran
betapa powerfullnya Islam dalam berbagai segi kehidupan manusia,
termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa awal Islam sampai menjelang
abad 14, terlihat dari berbagai macam teknologi, penelitian, karya ilmiah,
penemuan-penemuan baru dalam berbagai bidang. Berbagai kemajuan yang tercapai
tersebut terdokumentasikan dalam berbagai buku sejarah dan karya ilmiah
yang masih tersimpan sampai saat ini.
Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu lahir begitu saja.
Tentu ada sesuatu yang menjadi spirit sebagai jiwa semua kegiatan umat Islam sehingga
melahirkan karya yang mendunia. Spirit tersebut yang menjadi topik bahasan
dalam makalah ini.
Dalam menggambarkannya, pemakalah mengawali dengan menjelaskan kondisi masyarakat Arab sebelum Islam, peran wahyu
dalam pengembangan ilmu dalam Islam, sejarah perkembangan ilmu dalam Islam, dan
diakhiri dengan menampilkan beberapa ilmuwan yang lahir sebagai jawaban atas
pengaruh spirit pengembangan ilmu.
B. Kondisi Masyarakat Arab Sebelum
Islam
Masyarakat Arab sebelum Islam datang berada dalam
keterbelakangan, zaman kegelapan dengan kepercayaan paganisme dan pemujaan
dewa-dewa. Masyarakat asyik dengan pola hidup sesuai dengan kepercayaannya,
suasana kehidupan yang statis, dan perkembangan ilmu yang belum tampak[2].
Walaupun demikian, pada saat itu secara bertahap orang
Arab sudah mulai memahami dasar-dasar pengetahuan sedikit mengenai ilmu bumi,
sejarah, dan suku-suku di wilayahnya. Orang Arab juga sudah berusaha melakukan
komunikasi dengan orang lain dan melakukan perjalanan perdagangan ke luar
daerah. Untuk itu diperlukan alat-alat agar perjalanan tidak terlalu sulit
dilakukan.
Pembuatan alat-alat tersebut telah mendorong orang Arab
mengembangkan teknologi yang walaupun sederhana tapi sudah dapat memajukan
kehidupan mereka setahap demi setahap. Perkembangan sains dan teknologi dalam
pertanian, perdagangan, perperangan, dan dalam
segala kegiatan manusia sudah tampak.
Sebelum agama Islam datang, kekuasaan ada pada kerajaan
Roma yang mengusasai dunia pada waktu itu dan bernaung di bawah panji-panji
agama Nasrani. Pada saat itu seluruh Kerajaan Roma telah menganut agama yang
diturunkan kepada Isa. Tersebarlah agama ini di Mesir, Syam, Yunani, dan dari
Mesir menyebar pula ke Abesinia (Etiopia). Sesudah itu selama beberapa abad
Kerajaan Romawi ingin mengadakan persahabatn dan hubungan baik dengan kerajaan
yang berada di bawah panji agama Masehi itu.[3]
Dalam penyebaran agama tersebut setelah beberapa abad
kemudian terjadi kemunduran. Masyarakat Arab pun berada dalam keadaan statis,
tidak mengalami kemajuan, dan dari segi moral dan sosial dikatakan berada dalam
keadaan jahiliyah atau kebodohan. Namun kondisi ini berubah berangsur-angsur.
C. Peran Wahyu dalam Pengembangan
Ilmu dalam Islam
Perubahan cepat mulai terjadi sejak Islam datang sebagai
agama yang membawa pembaruan, baik mengenai pemikiran maupun sikap hidup.
Perkembangan ilmu secara berangsur-angsur mulai dirasakan dengan berpedoman
pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sejak kelahirannya, Islam sudah
menunjukkan wajahnya yang sangat menghargai akal pikiran dan menganjurkan agar
digunakan dengan seoptimal mungkin untuk mengetahui dan memahami ciptaanNya.
Ajaran Islam sebagai wahyu berisi
tuntunan atau pedoman bagi manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, system
kepercayaan, social kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan. Islam sangat
menganjurkan pengembangan pemikiran dan penggunaan akal.
Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW
dimulai dengan kata iqra (bacalah) yang merupakan kata kunci dari
ayat-ayat berikutnya, yakni membaca bukan hanya berkenaan dengan makna yang ada
dalam setiap ayat melainkan juga membaca perihal alam semesta, memikirkan
segala sesuatu ciptaan Tuhan.
Membaca dan memikirkan alam jagat raya bukan sekedar
untuk memahami tetapi lebih dari itu ialah untuk membangun kehidupan yang damai
dan mengagungkan kebesaran Tuhan[4].
Dalam hal ini dapat dilihat dari
turunnya wahyu pertama seperti disebutkan di atas, yang dimulai dengan
perintah: Iqra bismirabbika, bacalah dengan nama Tuhanmu, yang merupakan
sebuah petunjuk untuk menggunakan akal pikiran dalam kehidupan, baik mengenai
hubungan manusia dengan penciptanya, dengan dirinya sendiri, maupun dengan
lingkungan hidup sekiatrnya.
Ajaran Islam mendorong manusia
untuk memahami realitas, seperti yang diwahyukan kepada Muhammad SAW yang
tertulis dalam Alquran mulai dari penciptaan alam raya sampai pada hal yang
menyangkut proses kelahiran manusia melalui pembuahan sel telur oleh sperma.
Hamper sepertiga isi Alquran mendorong untuk menyingkap rahasia alam.
Lebih dari 1200 ayat tersebar
dalam Alquran yang memakai kata ilm serta derivasinya. Sebuah angka yang
fantastis dalam sebuah kitab agama, dimana pentingnya peran ilmu pengetahuan
dalam beragama.
Selaras dengan ayat-ayat Alquran,
ribuan hadis Muhammad SAW juga mengandung semangat untuk mendalami ilmu
pengetahuan. Di antaranya adalah hadis yang menyuruh umat Islam untuk mencari
dan mendalami ilmu dari ayunan hingga liang lahat, long life education.
Inilah yang menjadi spirit umat
Islam untuk kemajuan. Diantaranya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan.
Kedudukan menuntut ilmu menjadi posisi yang fardhu bagi setiap individu
muslim. Malahan, menuntut dan mengambangkan ilmu dipandang setara dengan ibadah
yang wajib.
D. Sejarah Perkembangan Ilmu dalam
Islam
Sejak masa nabi Muhammad SAW
sampai dengan masa kekhalifahan (khulafaurasyidin), ilmu pengetahuan berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman. Salah satu hal mengenai perkembangan ilmu dalam
Islam adalah peristiwa Fitna al-Kubra, yang tidak hanya membawa
konsekuensi logis dari segi politis, tetapi ternyata juga membawa perubahan
besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam.
Pasca terjadinaya Fitna
al-Kubra muncul berbagai golongan yang memiliki aliran teologis tersendiri
yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis. Pada saat itu
muncul aliran Syiah yang membela Ali bin Abi Thalib, aliran Khawarij, dan
kelompok Muawiyah.[5]
Adanya pertentangan dan perbedaan
aliran dalam teologis tersebut, menumbuhkan kegiatan kajian tentang teologi
Islam lebih sistematis, misalnya tentang masalah hokum, masalah kebebasan
manusia, dan peranan akal.
Hal ini, mengakibatkan terjadinya
perkembangan pemikiran mengenai berbagai hal tentang teologi Islam dan ilmu
pengetahuan. Pemikiran tentang keilmuan pihak luar yang berpengaruh ke dalam
dunia Islam ialah unsur pemikiran dari Yahudi dan Kristen serta budaya
Hellenisme. Hellenisme mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran Islam ibarat
pisau bermata dua. Satu sisi ia mendukung Jabariah, sedang di sisi lain ia
mendukung Qadariah, tokoh dan pendiri Mu’tazilah.[6]
Filsafat Yunani paling dominan
masuk ke dunia Islam dengan adanya penerjemahan buku-buku filsafat seperti
disebutkan di atas. Upaya penerjemahan ini telah melahirkan filsuf Islam
seperti Alkindi, Ibnu Rusyd, Alfarabi, dan Ibnu Sina.
Perkembangan kemajuan sains dan
teknologi pada zaman khilafah islamiyah yang dicapai kaum muslimin dimulai
dengan pengalihan pengetahuan yang ada pada filsafat Yunani ke lingkungan dunia
Islam. Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari
pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh Plato dan Aristoteles yang sudah
berkembang terlebih dahulu. Pengetahuan dan filsafat Yunani dipelajari dengan
cara menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab agar dapat
dibaca oleh masyarakat, baik untuk kepentingan pengetahuan semata maupun untuk
pengkajian lebih lanjut.
Dalam sejarahnya, kegiatan
penerjemahan buku-buku Yunani di negeri Arab dimulai saat Suriah telah menjadi
pusat pertemuan kekuasaan Romawi dan Persia, sehingga Suriah dipandang sebagai
pemeran penting penyebaran kebudayaan Yunani ke Timur dan juga ke Barat.
Oleh umat Kristen Suriah terutama
kaum Nestorian, ilmu pengetahuan Yunani dipelajari dan disebarluaskan melalui
sekolah-sekolah mereka. Walaupun tujuan utama sekolah-sekolah tersebut
menyebarluaskan pengetahuan Injil, namun pengetahuan ilmiah, seperti kedokteran
banyak diminati oleh para pelajar. Sayangnya, pihak gereja memandang ilmu
kedokteran itu sebagai ilmu sekuler dan dengan demikian posisinya lebih rendah
daripada ilmu pengobatan spiritual yang merupakan hak istimewa para pendeta.[7]
Penerjemahan buku-buku karya
filsuf Yunani yang dilakukan oleh umat Kristen ini berkembang dengan menembus
kekuasaan Islam tanpa terjadi penolakan terhadap pemikiran-pemikiran yang
dating dari luar. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menghalang-halangi
kebebasan intelektual dan juga sekaligus menunjukkan kecintaan umat Islam
terhadap ilmu pengetahuan.
Pemikiran mengenai logika,
matematika, dan metafisika misalnya, yang berawal dari pemikiran Aristoteles
telah membuat kagum dan mempengaruhi pemikir Islam. Namun para pemikir Islam
tidak memungut begitu saja pemikiran para filsuf tersebut, melainkan
mengolahnya kembali sesuai dengan ajaran Islam.
Jika Aristoteles mengatakan bahwa
benda berdiri dari hule dan bentuk (form), pemikir Islam seperti Muamar
(tokoh Mutazilah) mengatakan bahwa benda itu adalah sesuatu yang mempunyai sifat
panjang, lebar, dan kedalaman. Unsur-unsur benda bukanlah hule dan
bentuk, tetapi dari bagian-bagian yang tak terbagi. Di sinilah kita memasuki
inti teori atom di kalangan ahli-ahli piker umat Islam.
Perkembangan pemikiran ini telah
turut membangun kebudayaan Islam dalam kerangka ajaran Islam itu sendiri, bahwa
pengembangan ilmu merupakan kewajiban setiap muslim tanpa melupakan ajaran
pokok yang ada dalam Alquran.
Pada masa pemerintahan dinasti
Umayyah dan dinasti Abasiyah, ilmu berkembang dengan cepat dan mencapai
kejayaan bila dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan
Islam, yang pada masa itu masih mengalami masa kegelapan.
Memang pada awalnya Islam dimulai
sebagai peristiwa local, tidak pasti dalam pencapaiannya, tetapi setelah Muhammad
SAW menaklukan kota Mekah pada tahun 630 M, Islam mengambil daerah selatan
bagaikan angin kencang. Kemudian, dalam ratusan tahun Islam menaklukkan
Alexandria, membangun kota dengan belajar dari Bagdad dan selanjutnya sampai ke
timur di Persia.
Pada tahun 730 M, kekuasaan Islam
mencapai Spanyol dan Prancis Selatan, dan ke bagian timur mencapai pinggiran
Cina dan India. Ini adalah sebuah kekuasaan dari kekuatan yang spektakuler,
sementara Eropapada waktu itu masih dalam zaman kegelapan.
E. Lahirnya Ilmuwan Islam sebagai
Jawaban atas Pengaruh Spirit Pengembangan Ilmu
Di awal era
pertumbuhan Islam, dunia pengetahuan mengalami zaman keemasan dengan
bermunculannya ilmuwan–ilmuwan muslim yang sampai sekarang penemuannya masih
digunakan dan menjadi rujukan sebagai dasar dari perkembangan pengetahuan
modern, berikut 10 ilmuwan muslim yang sangat berjasa bagi dunia ilmu pengetahuan:
1. Ibnu Rusyd (Averroes)
Abu Walid
Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128
Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya.
Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan
talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan
filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja’far Harun dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd
adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan
ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai
“Kadi” (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai
Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi
filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas
Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah
kedokteran dan masalah hukum.Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu
Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan,
ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya
aslinya sudah tidak ada.
2.
Ibnu Sina (Avicenna)
Ibnu Sina
(980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf,
ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian
Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar
karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau
adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi sebutan baginya yang
kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya
yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang
kedokteran selama berabad-abad.
Karya Ibnu Sina,
fisikawan terbesar Persia abad pertengahan , memainkan peranan penting pada
Pembangunan kembali Eropa. Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok
bahasan besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia
dianggap oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton
menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang
paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya yang paling
terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga
sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
3. Al-Biruni
Merupakan
matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia,
filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru, yang banyak menyumbang
kepada bidang matematika, filsafat, obat-obatan.Abu Raihan Al-Biruni dilahirkan
di Khawarazm di Asia Tengah yang pada masa itu terletak dalam kekaisaran
Persia.
Dia belajar
matematika dan pengkajian bintang dari Abu Nashr Mansur.Abu Raihan Al-Biruni
merupakan teman filsuf dan ahli obat-obatan Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn
Sina/Ibnu Sina, sejarawan, filsuf, dan pakar etik Ibnu Miskawaih, di
universitas dan pusat sains yang didirikan oleh putera Abu Al Abbas Ma’mun
Khawarazmshah.
Abu Raihan
Al-Biruni juga mengembara ke India dengan Mahmud dari Ghazni dan menemani
beliau dalam ketenteraannya di sana, mempelajari bahasa, falsafah dan agama
mereka dan menulis buku mengenainya. Dia juga mengetahui bahasa Yunani, bahasa
Suriah, dan bahasa Berber. Dia menulis bukunya dalam bahasa Persia (bahasa
ibunya) dan bahasa Arab.
4. Al-Khawarizmi
Nama Asli dari
al-Khawarizmi ialah Muhammad Ibn Musa al-khawarizmi. Selain itu beliau dikenali
sebagai Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-Khawarizmi dikenal di
Barat sebagai al-Khawarizmi, al-Cowarizmi, al-Ahawizmi, al-Karismi, al-Goritmi,
al-Gorismi dan beberapa cara ejaan lagi. Beliau dilahirkan di Bukhara.Tahun
780-850M adalah zaman kegemilangan al-Khawarizmi. al-Khawarizmi telah wafat
antara tahun 220 dan 230M. Ada yang mengatakan al-Khawarizmi hidup sekitar awal
pertengahan abad ke-9M. Sumber lain menegaskan beliau hidup di Khawarism,
Usbekistan pada tahun 194H/780M dan meninggal tahun 266H/850M di Baghdad.
Dalam pendidikan
telah dibuktikan bahawa al-Khawarizmi adalah seorang tokoh Islam yang
berpengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya dalam bidang
syariat tapi di dalam bidang falsafah, logika, aritmatika, geometri, musik,
ilmu hitung, sejarah Islam dan kimia.
5. Jabir Ibnu Hayyan / Ibnu
Geber
Lahir di kota
peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan
nama Ibnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber.
Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai ‘syuhada’ demi penyebaran
ajaran Syi’ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah,
Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga
pernah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan
Harun Al Rasyid.
Ditemukannya
kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai
dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. “Sesudah
ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya
yang terbesar di bidang kimia,” tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam
History of The Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak
Kimia Modern.
6.
Ibnu Ismail Al Jazari
Al Jazari
mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari
dikenal sebagai mesin robot. Al Jazari merupakan seorang tokoh besar di bidang
mekanik dan industri. Lahir dai Al Jazira, yang terletak diantara sisi utara
Irak dan timur laut Syiria, tepatnya antara Sungai tigris dan Efrat.Al-Jazari
merupakan ahli teknik yang luar biasa pada masanya.
Nama lengkapnya
adalah Badi Al-Zaman Abullezz Ibn Alrazz Al-Jazari. Dia tinggal di Diyar Bakir,
Turki, selama abad kedua belas. Ibnu Ismail Ibnu Al-Razzaz al-Jazari mendapat
julukan sebagai Bapak Modern Engineering berkat temuan-temuannya yang banyak
mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern saat ini, diantaranya combustion
engine, crankshaft, suction pump, programmable automation, dan banyak lagi.
7.
Abu Al-Zahrawi (Albucasis)
Abu Al-Zahrawi merupakan seorang dokter, ahli bedah, maupun
ilmuan yang berasal dari Andalusia. Dia merupakan penemu asli dari teknik
pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana yang dilakukan pada
era modern ini. Sebagai seorang dokter era kekalifahan, dia sangat berjasa
dalam mewariskan ilmu kedokteran yang penting bagi era modern ini.
Al Zahrawi lahir
pada tahun 936 di kota Al Zahra yaitu sebuah kota yang terletak di dekat
Kordoba di Andalusia yang sekarang dikenal dengan negara modern Spanyol di
Eropa. Kota Al Zahra sendiri dibangun pada tahun 936 Masehi oleh Khalifah Abd
Al rahman Al Nasir III yang berkuasa antara tahun 912 hingga 961 Masehi. Ayah Al
Zahrawi merupakan seorang penguasa kedelapan dari Bani Umayyah di Andalusia
yang bernama Abbas. Menurut catatan sejarah keluarga ayah Al Zahrawi aslinya
dari Madinah yang pindah ke Andalusia.
Al Zahrawi
selain termasyhur sebagai dokter yang hebat juga termasyhur karena sebagai
seorang Muslim yang taat. Dalam buku Historigrafi Islam Kontemporer, seorang
penulis dari perpustakaan Viliyuddin Istanbul Turki menyatakan Al Zahrawi hidup
bagaikan seorang sufi. Kebanyakan dia melakukan pengobatan kepada para pasiennya
secara cuma-cuma. Dia sering kali tidak meminta bayaran kepada para pasiennya.
Sebab dia menganggap melakukan pengobatan kepada para pasiennya merupakan
bagian dari amal atau sedekah. Dia merupakan orang yang begitu pemurah serta
baik budi pekertinya.
8.
Ibnu Haitham (Al Hazen)
Nama lengkapnya
Abu Al Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham. Dunia Barat mengenalnya dengan nama
Alhazen. Ia lahir di Basrah tahun 965 M. Di kota kelahirannya itu ia sempat
menjadi pegawai pemerintahan. Tetapi segera keluar karena tidak suka dengan
kehidupan birokrat.
Sejak itu,
mulailah perantauannya untuk belajar ilmu pengetahuan. Kota pertama yang dituju
adalah Ahwaz kemudian Baghdad. Kecintaannya kepada ilmu pengetahuan membawanya
berhijrah ke Mesir. Untuk membiayai hidupnya, ia menyalin buku-buku tentang
matematika dan ilmu falak.
Belajar yang
dilakukan secara otodidak membuatnya mahir dalam bidang ilmu pengetahuan, ilmu
falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Tulisannya mengenai mata
telah menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang penelitian sains di
Barat. Kajiannya mengenai pengobatan mata menjadi dasar pengobatan mata modern.
Ibnu Haitham
juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ
tercetuslah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis
di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Yang lebih
menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum
seorang ilmuwan bernama Tricella mengetahui hal tersebut 500 tahun kemudian.
Beberapa buah
buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris, salah satunya adalah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak
membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari
serta bayang-bayang dan gerhana.
Ibnu Haitham
membuktikan dirinya begitu bergairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan
pada usia mudanya. Banyak buku yang dihasilkannya dan masih menjadi rujukan
hingga saat ini. Di antara buku-bukunya itu adalah Al’Jami’ fi Usul al’Hisab
yang mengandung teori-teori ilmu matemetika dan matematika penganalisaan; Kitab
al-Tahlil wa al’Tarkib mengenai ilmu geometri; Kitab Tahlil ai’masa’il al
‘Adadiyah tentang aljabar; Maqalah fi Istikhraj Simat al’Qiblah yang mengupas
tentang arah kiblat; Maqalah fima Tad’u llaih mengenai penggunaan geometri
dalam urusan hukum syarak; dan Risalah fi Sina’at al-Syi’r mengenai teknik
penulisan puisi.
9. Al-Jahiz
Al-Jahiz lahir
di Basra, Irak pada 781 M. Abu Uthman Amr ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri,
nama aslinya. Ahli zoologi terkemuka dari Basra, Irak ini merupakan ilmuwan
Muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas di
kalangan ahli zoologi Muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat
yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, ”Teori evolusi yang
dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli
biologi Muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.”
Al-Jahiz lah ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori
evolusi.
Ilmuwan dari
abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor
binatang untuk tetap bertahan hidup. Sejarah peradaban Islam mencatat, Al-Jahiz
sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap
hidup (struggle for existence).
Untuk dapat
bertahan hidup, papar dia, makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah
dialaminya semasa hidup. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin.
Meskipun harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang morat-marit dengan
menjual ikan, ia tidak putus sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang
sains. Beliau bersekolah hingga usia 25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari
banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum
Islam, serta Alquran dan hadis.
10. Ar-Razi (Razhes)
Abu Bakar
Muhammad bin Zakaria ar-Razi atau dikenali sebagai Rhazes di dunia barat
merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun 864 – 930. Ia
lahir di Rayy, Teheran pada tahun 251 H./865 dan wafat pada tahun 313 H/925.
Ar-Razi sejak
muda telah mempelajari filsafat, kimia, matematika dan kesastraan. Dalam bidang
kedokteran, ia berguru kepada Hunayn bin Ishaq di Baghdad. Sekembalinya ke
Teheran, ia dipercaya untuk memimpin sebuah rumah sakit di Rayy.
F. Penutup
1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa Islam memberikan kebebasan terhadap pemeluknya dalam
mengeksplorasi diri untuk lebih maju. Bahkan mendorong pemeluknya untuk aktif
dalam keilmuan. Hal ini tersirat dan tersurat dalam kitab suci dan sabda Nabi
Muhammad SAW. Ini yang membuat Umat Islam cenderung lebih maju di banding umat
lainnya jika memang ajaran Islam itu diamalkan secara komperhensif oleh
pemeluknya.
2. Saran
Pemakalah berharap makalah ini
menjadi stimulus bagi pembaca untuk menelurkan kajian lain yang lebih tajam
tentang peran Islam dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Shabir. 1997. Islam dan Ilmu
Pengetahuan, Terjemahan Zetira Nadia Rahmah. Bangil: Islamic Cultural Workshop.
Al-Faruqi,
Ismail Raji. 1995. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Penerbit Pustaka.
Bachtiar, Amsal.
2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Haekal, Muhammad Husain. 2008. Sejarah Hidup Muhammad,
Penerjemah Ali Saudah.
Jakarta:
Litera Antar Nusa.
Hitti, Phillips K. t.t. Dunia Arab, Sejarah Ringkas, Terj. Hutagalung &
Sihombing, Bandung:
Vorkink Van Hoeve.
Nasution, Faruq. 2007. Islam
dan Peradaban. Jakarta: Hikma Islamic Liberary.
Qadir, C.A.
2002. Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Shihab,
Quraish. 2001. Mukjizat Al-Quran. Bandung: Mizan
Ya’kub, H.
1992. Filsafat Agama. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.
Yusuf.
1988. Alquran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema
Insani Press.
Zaini,
Hasan. 2011. Ulumul Al-Quran. Batu Sangkar: STAIN Batu Sangkar
[1] Phillips K Hitti, Dunia Arab, Sejarah
Ringkas, Terj. Hutagalung & Sihombing, (Bandung: Vorkink Van Hoeve, tt), h.149.
[2] Yusuf, Alquran
Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani Press,
1988), h.15
[3] Muhammad Husain Haekal, Sejarah
Hidup Muhammad, Penerjemah Ali Saudah, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2008), h. 3
[4] Shabir Ahmad, Islam dan Ilmu
Pengetahuan, Terjemahan Zetira Nadia Rahmah, (Bangil: Islamic Cultural Workshop.
1997), h.7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar